Beranda | Artikel
Al-Muttaqi Billah
Jumat, 6 November 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Ali Musri Semjan Putra

Al-Muttaqi Billah merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Faidah-Faidah Sejarah Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 20 Rabiul Awal 1442 H / 06 November 2020 M.

Download juga kajian sebelumnya: Ar-Radhi Billah

Kajian Tentang Al-Muttaqi Billah

Pembahasan kita pada kesempatan ini adalah melanjutkan pembahasan yang lalu, yaitu Khalifah Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 329-333 Hijriyah. Dan yang berkuasa di masa ini yaitu digelar dengan sebutan pangkat kebangsawanannya dengan sebutan Al-Muttaqi Lillah.

Nama beliau adalah Ibrahim bin Al-Muqtadir bin Al-Mu’tadhid bin Thalhah bin Al-Mutawakkil. Jadi bapak dan kakeknya adalah rangkaian dari para Khalifah Bani Abbasiyah.

Dia diangkat menjadi khalifah setelah saudaranya wafat, yaitu Ar-Radhi Billah. Umurnya saat diangkat menjadi khalifah adalah berumur 34 tahun. Ibunya adalah dari keturunan Rum bernama Khalub atau Zahrah.

Tatkala saudaranya, yaitu Ar-Radhi Billah meninggal, maka para pejabat tinggi dari penguasa Bani Abbasiyah, di antaranya para Qadhi dan tokoh-tokoh terkemuka, terutama pimpinan daripada pasukan-pasukan angkatan, kemudian juga dari para menteri-menteri.

Di akhir-akhir masa Abbasiyah ini, khalifah hanya sebagai simbol saja. Sehingga kadang-kadang yang menjalankan politik praktisnya dan kekuasaannya dijalankan oleh para pejabat-pejabat dan pimpinan-pimpinan dari setiap angkatan perang saat itu.

Mereka sepakat untuk mengangkat Al-Muttaqi Billah, yaitu Ibrahim ini yang dikuniyahi dengan Abu Ishaq. Mereka panggil untuk datang ke istana kekhalifahan dan mereka ingin membaiatnya. Maka dia shalat dua rakaat.

Al-Muttaqi Billah ini adalah seorang yang shalih pada pribadinya. Namun dia di dalam masalah kepemimpinan dan keahlian dalam ketatanegaraan tentu jauh. Oleh sebab itu disebutkan di masanya tidak terjadi perubahan-perubahan yang berarti, hanya sekedar pelanjut saja dan tidak terjadi sesuatu pembangunan yang besar ataupun dapat mengembalikan suasana politik dan ekonomi lebih baik.

Ini juga nanti akan kita ambil pelajaran bahwa untuk menjadi pemimpin bukan dari keshalihan saja, tapi juga kemampuannya.

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ ﴿٢٦﴾

Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al-Qashash[28]: 26)

Maka itu sebagaimana disebutkan sifat-sifat pemimpin yang diambil dari ayat tersebut ketika putri dari Nabi Syu’aib berkata kepada ayahnya tentang orang yang paling bagus untuk engkau bayar  bekerja adalah orang yang ahli dan juga terpercaya.

Jadi, untuk menjadi pemimpin itu bukan hanya sekedar keshalihan saja, tetapi juga kemampuannya secara managerial, kemampuan secara teori dan juga memiliki sifat kepemimpinan. Makna الْقَوِيُّ di sini yaitu kemampuannya untuk menjadi seorang pemimpin. Ide-ide briliannya dan mampu mengendalikan bawahannya untuk mengatur negara lebih baik.

Jadi modal untuk menjadi pemimpin itu bukan hanya kejujuran semata, tapi harus ada kuat dan dipercaya.

Kemudian juga sebagaimana kata Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam, beliau ditawarkan oleh Fir’aun untuk menjadi perdana menteri, tapi beliau malah memilih untuk menjadi menteri pertanian karena beliau pakar di situ.

Maka untuk memilih seorang pemimpin, bukan ditinjau dari kejujuran semata, tapi juga dari kemampuannya. Bahkan sebagian ulama berbeda pendapat ketika menyebutkan mana yang lebih afdhal seorang pemimpin yang memang cekatan dalam kepemimpinannya tapi dia kurang shalih dengan pemimpin yang shalih tapi dia tidak memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, tidak memiliki ilmu kepemimpinan yang cukup.

Para ulama meninjau dengan melihat kondisi negara. Apakah sedang dalam keadaan butuh kepada seorang yang pemberani. Jika kondisi sekitarnya adalah negara-negara yang kuat, maka pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang ahli dalam pertempuran dan peperangan. Jika kondisi negara dalam keadaan membutuhkan peningkatan ekonomi, maka pemimpin yang dipilih adalah orang yang lebih memiliki kemampuan dibidang ekonomi.

Makanya Islam itu tidak kaku dalam kepemimpinannya. Jika kita membaca bagaimana penjelasan-penjelasan ulama tentang siyasah syar’iyah, kita akan menemukan sesuatu yang sangat baik dan sempurna sekali. Hanya saja yang bermasalah adalah banyaknya dari tokoh-tokoh Islam yang memiliki ilmu politik itu tidak membaca tidak membaca politik-politik Islam. Jika mereka yang ahli dalam ilmu tata negara membaca bagaimana ketatanegaraan dalam Islam itu sangat sempurna dan baik sekali.

Bagaimana penjelasan dan faedah lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian

Untuk mp3 kajian  yang lain silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49357-al-muttaqi-billah/